Internet Time Standard
WIB

Selasa, 03 Januari 2012

KERTOSONO, kota masa kecilku

KERTOSONO adalah sebuah kota ex kawedanan yang berada di Jawa Timur. Terletak diantara jalur Surabaya-Madiun. Kota ini sekarang masih dibawah administratip kabupaten Nganjuk.
Dari Jakarta bisa ditempuh menggunakan bus jurusan Surabaya. Tapi lebih nyaman menggunakan kereta api. Dibutuhkan waktu 12 jam dari Jakarta menggunakan kereta api.
Sayang sekali sekarang ini hanya ada 2 KA yang berhenti di Stasiun Kertosono yaitu: KA Brantas (ekonomi AC) dan KA Bangunkarta (Eksekutif).

Anda akan turun di Stasiun Kertosono

Stasiun Kereta Api Kertosono

Banyak tempat-tempat atau bangunan bersejarah di kota ini. Diantaranya adalah jembatan kereta api yang melintasi sungai Brantas yang dibangun pada jaman kolonial Belanda tahun 1901.

Jembatan kereta api melintasi sungai Brantas.
Sering digunakan untuk bunuh diri
karena putus cinta ...

Viaduct atau jembatan kereta api diatas jalan raya yang membelah kota Kertosono. Dibangun pada masa itu juga.

Viaduct (jembatan kereta api melintasi jalan raya)

Rumah Pembantaian atau Rumah Jagal (namanya cukup serem). Yaitu rumah tempat pemotongan hewan yang terletak di desa Kudu, ditepi Jalan Supriyadi (dahulu Jl. Lestari) menuju pabrik gula Lestari.

 Rumah Pembantaian (rumah pemotongan hewan)

Masih banyak dijumpai rumah adat Jawa khas Kertosono.
Rumah adat khas Kertosono


Wilayah Kertosono terdiri dari beberapa kecamatan yaitu: Kecamatan Kertosono, Kecamatan Patianrowo, Kecamatan Lengkong dan Kecamatan Warujayeng. Daerah ini adalah areal pertanian padi, palawija dan juga tebu sebagai bahan gula pasir. Disini terdapat pabrik gula bernama Lestari.

 Areal persawahan Kertosono
SUNGAI BRANTAS
Tanggul sungai Brantas dibangun untuk menaikkan permukaan sungai sehingga bisa mengairi areal persawahan. Waktu saya masih kecil irigasi di kawasan ini sangat baik sehingga persawahan tidak pernah mengalami kekeringan meski musim kemarau sekalipun. Tapi sekarang oleh perbuatan tangan-tangan manusia, pasir di sungai ini terus dikeruk sehingga permukaan sungai tidak bisa naik lagi sehingga tidak bisa lagi mengairi persawahan. Sekarang ini persawahan hanya mengandalkan air hujan dan mesin penyedot air.
Sejak dulu lokasi tanggul ini dijadikan tempat rekreasi bagi warga Kertosono. Pemandangan sangat indah terutama menjelang sore, memandang sungai Brantas yang mengalir dan dikejauhan nampak jembatan kereta api.


Tanggul sungai Brantas dikejauhan nampak jembatan Kereta Api

Konon katanya jembatan itu sering digunakan orang untuk bunuh diri dengan menceburkan diri kesungai. Terutama para remaja yang putus cinta..(kasian).
Dan sungai Brantas ini menyimpan SEJARAH HITAM yang terjadi pada tahun 196. Baca

KERTOSONO 1965, LEMBARAN SEJARAH HITAM YANG TERLUPAKAN?


KULINER
Makanan khas Kertosono adalah Nasi Pecel dan Nasi Tumpang. Nasi Pecel tentunya sudah populer. Sedangkan Nasi Tumpang adalah Nasi Pecel tapi bumbunya bukan dari kacang tapi dari tempe yang di simpan selama 1 minggu kemudian direbus dengan santan dengan ditambah bumbu-bumbu.
Harganyapun sangat murah. Satu pincuk (bungkus daun pisang) dengan porsi yg lumayan banyak hanya 3 ribu rupiah. Sudah dilengkapi lauk pauk rempeyek dan telur dadar.

Menikmati kuliner sambil menyaksikan video clip lagu BENGAWAN SORE :) 

 

KEHILANGAN SUASANA "JAWA"
Tapi sangat disayangkan. Sekarang ini nilai-nilai budaya sudah mulai luntur. Anda sudah tidak lagi merasakan suasana Jawa disini. Sudah tidak lagi terdengar orang-orang tua "ura-ura" yaitu menyanyikan tembang Dandang-gula, Pangkur, Sinom, Pocung diwaktu menjelang malam untuk menina-bobok-kan anak-anak atau cucu-cucu mereka. Tidak lagi ditemui pertunjukan Wayang Orang, Wayang kulit, Ketoprak, Ludruk atau kesenian tradisional Jawa lainnya. Tidak ada lagi pengamen-pengamen membawa siter menembangkan tembang-tembang Jawa. Tidak dijumpai lagi orang-orang berpakaian tradisional: blangkon, lurik dan sebagainya di jalan-jalan. Suasana sudah berubah moderen. Padahal saya sangat merindukan suasana khas Jawa seperti dahulu jaman saya masih kecil.
Bagi anda yang mengerti bahasa Jawa. Dahulu ada tembang seperti ini:

Pak Kerta  tuku kertu numpak kreta mudhun kretek Kertosono ....
(Pak Kerta beli kartu naik kereta turun jembatan Kertosono)

RUMAH KAMI TELAH TIADA

Saya menyempatkan diri berkeliling kota bersepeda. Sengaja berhenti ketika melewati jalan didepan lokasi bekas rumah dimana saya, kakak, adik pernah tinggal disitu diasuh oleh kakek, nenek, bulik Parti dan Pak Saelan. Tapi sekarang mereka semua sudah tiada. Hanya pusara yang saya temui dan kami jiarahi. Rumah itupun kini sudah menjadi milik orang lain. Saya sudah tidak kenal siapa-siapa lagi disitu bahkan tetangga, teman saya yang pernah tinggal didekatnya sudah tidak saya temui lagi.
Sangat mengharukan. Sampai saya menitikkan air-mata menatapnya. Tapi tak mengapa. Masih ada kakak yang tinggal dikota ini meski berbeda desa. Tinggal dialah satu-satunya kakak saya. Sekaligus pengganti orang tua saya. Semoga Tuhan masih mempertemukan kita lagi dalam keadaan sehat, mas No.
Meski saya menjadi orang asing disitu, tapi tempat itu tidak akan pernah bisa hilang dari ingatan saya sampai kapanpun.

kakek,
nenek,
bulik suparti
pak saelan
hanya doa dan kembang setaman kutaburkan diatas pusaramu ....

Tulisan ini saya buat setelah saya mengunjungi kota ini sebagai catatan kenang-kenangan.
Barangkali ada teman-teman saya dahulu sewaktu SMP Katolik Kertosono yang membaca catatan ini boleh mengontak saya lewat Facebook. ***

BALIK: KITA JALAN-JALAN KE DESAKU YUUK